On
1/31/2011 03:28:00 AM
by
Khairul Jasmi
in
Wasit Garis
No comments
Sebuah mobil Avanza warna hitam meluncur lambat di salah ruas jalan di Padang. Mobil itu terlihat mengkilap, mungkin habis dicuci. Di belakangnya sebuah mobil merek Honda warna silver juga meluncur perlahan. Ini Minggu yang nyaman.
Di kedua mobil itu, meski kacanya hitam, terlihat sejumlah mainan disangkutkan pada kaca belakang. Sandaran joknya, persis di dekat leher diberi bantal kecil warna kuning dan biru. Sabuk pengamannya dibalut dengan kain khusus yang lembut. Sebuah kotak tisu terlihat di depan sebelah kiri pengemudi.
Tak lama kemudian salah satu kaca belakang terbuka, seorang anak kecil membuang plastik bekas pembungkus makanan ke jalan tanpa merasa bersalah. Mobil itu terus melaju lambat, terlihat pengemudi, seorang lelaki separuh baya sedang menelepon dengan telepon genggamnya.
Tak lama kemudian salah satu mobil berhenti di depan penjual buah. Tidak ada yang turun, namun kedua kaca yang menghadap penjual buah, diturunkan otomatis. Tak lama, mobil bergerak lagi. Hal serupa setengah jam silam, baru saja terjadi di SPBU, mobil ini masuk, lalu tutup tangki bensinnya terbuka otomatis, tak ada yang turun. Petugas mengisi premium, dibayar, masih dari atas mobil. Lalu, kendaraan hitam necis itu meluncur lagi, memaksakan diri belok kanan dengan melintasi jalan di tengah lalu lintas yang ramai. Di atas mobil, terlihat orang mengulek-ngulek, mungkin kue kering atau makanan gurih lainnya. Di dalamnya juga hawa terasa sejuk. Lalu ada bunyi musik yang runduk-runduk, antara terdengar dan tidak.
Kini mobil itu berhenti di sebuah toko buku ternama di Padang, parkir serong dengan hati-hati. Kini jelaslah, sepasang suami istri dengan pakaian santai. Si bapak bercelana pendek, dengan ikat pinggang warna hitam melekat erat di pinggangnya, dua buah telepon genggam di tangan kanan dan sebungkus rokok di tangan kiri. Istrinya, berkacamata hitam, penangkis panas, turun dengan santai. Dua anak kecil juga melompat turun. Keempatnya berjalan tanpa melihat lagi pada mobilnya. Beberapa langkah kemudian, sang suami memencet rimot, terdengar bunyi nyaris seperti klakson. Mobil terkunci otomatis.
Di toko buku sang suami menawar alat olahraga rumahan, fitnes. Lama juga. Tampaknya jual beli akan terjadi, terlihat si lelaki merogoh dompet dan mengeluarkan kartu kredit master card. Sementara anak-anaknya sudah berada di bagian lain, memilih beberapa buku.
Itulah antara lain potret kehidupan warga Padang, urban perkotaan. Menjejukkan namun menarik untuk diperhatikan.
Pada awalanya, sekian tahun lalu, nyaris tak ada mobil baru terlihat di jalanan Padang. Jikapun ada, munculnya dari kawasan Pondok sana saja. Namun kini, muncul dari mana saja, mengikat, bahkan di dalam mobilnya harum.
Pada awalnya, tak sanggup membeli mobil baru. Jika pun ada uang, hanya bisa dibeli mobil bekas. Maka teramat sering mobil bekas, terutama merek Toyota pindah dari satu tangan ke tangan lainnya. Maka, suatu ketika meluncurlah mobil “sesuai selera’ dengan harga yang berdamai, namanya Avanza dengan kembarannya Xenia. Mobil keluarga. Maka gemparlah Indonesia. Ada mobil murah rupanya.
Maka meluncurlah Avanza dan Xenia masuk pasar, laris bagai kacang goreng. Uang yang tadi disiapkan untuk membeli mobil bekas, kini dibayarkan untuk uang muka Avanza atau Xenia. Media massa memberitakannya begitu bersemangat. Inilah mobil baru di Indonesia yang laris manis, tanpa sepotong pun iklan.
Avanza dan Xenia memang dihadirkan untuk menjawab kebutuhan pembeli mobil bekas yang selama ini menjadi pasar potensial di Indonesia. Kehadiran Avanza, lantas kemudian merubah gaya hidup. lalu diikuti mobil merek lain dengan gaya yang modis, lincah dan memukau.
Lantas kemudian, para suami dari pasangan usia subur itu, sering terlihat bercelana pendek di rumah, membersihkan mobilnya di teras di dekat garase. Air memancar kuat dari sebuah kran di sisi garase. Hampir tiap hari, padahal sekali sepekan mobil dibawa ke pencucian.
Tiap sebentar pula, mobil itu dipatut-patut dari jauh, dari dekat. Sesekali, satu keluarga terlihat bergegas meninggalkan Padang untuk sebuah liburan kecil di luar kota. Kembali masuk kota, oli pun diganti, padahal menurut aturannya harus diganti setiap 10 ribu kilometer.
Inilah gaya hidup perkotaan yang dimanfaatkan dengan amat jeli oleh konsumen. Mereka, adalah samudera biru yang selama berpuluh tahun tak tergarap oleh para ahli pasar. Para ahli pasar itu, asik berkelahi di samudera merah, berdarah-darah memperebutkan calon konsumen. Kini, segalanya tersedia untuk kalangan ini, ketika kalangan lain, sibuk dengan motor baru kreditnya.
Maka penuhlah jalan raya kota ini oleh mobil dan motor baru. Semua kredit. Sebuah pasar yang menggiurkan.*
Di kedua mobil itu, meski kacanya hitam, terlihat sejumlah mainan disangkutkan pada kaca belakang. Sandaran joknya, persis di dekat leher diberi bantal kecil warna kuning dan biru. Sabuk pengamannya dibalut dengan kain khusus yang lembut. Sebuah kotak tisu terlihat di depan sebelah kiri pengemudi.
Tak lama kemudian salah satu kaca belakang terbuka, seorang anak kecil membuang plastik bekas pembungkus makanan ke jalan tanpa merasa bersalah. Mobil itu terus melaju lambat, terlihat pengemudi, seorang lelaki separuh baya sedang menelepon dengan telepon genggamnya.
Tak lama kemudian salah satu mobil berhenti di depan penjual buah. Tidak ada yang turun, namun kedua kaca yang menghadap penjual buah, diturunkan otomatis. Tak lama, mobil bergerak lagi. Hal serupa setengah jam silam, baru saja terjadi di SPBU, mobil ini masuk, lalu tutup tangki bensinnya terbuka otomatis, tak ada yang turun. Petugas mengisi premium, dibayar, masih dari atas mobil. Lalu, kendaraan hitam necis itu meluncur lagi, memaksakan diri belok kanan dengan melintasi jalan di tengah lalu lintas yang ramai. Di atas mobil, terlihat orang mengulek-ngulek, mungkin kue kering atau makanan gurih lainnya. Di dalamnya juga hawa terasa sejuk. Lalu ada bunyi musik yang runduk-runduk, antara terdengar dan tidak.
Kini mobil itu berhenti di sebuah toko buku ternama di Padang, parkir serong dengan hati-hati. Kini jelaslah, sepasang suami istri dengan pakaian santai. Si bapak bercelana pendek, dengan ikat pinggang warna hitam melekat erat di pinggangnya, dua buah telepon genggam di tangan kanan dan sebungkus rokok di tangan kiri. Istrinya, berkacamata hitam, penangkis panas, turun dengan santai. Dua anak kecil juga melompat turun. Keempatnya berjalan tanpa melihat lagi pada mobilnya. Beberapa langkah kemudian, sang suami memencet rimot, terdengar bunyi nyaris seperti klakson. Mobil terkunci otomatis.
Di toko buku sang suami menawar alat olahraga rumahan, fitnes. Lama juga. Tampaknya jual beli akan terjadi, terlihat si lelaki merogoh dompet dan mengeluarkan kartu kredit master card. Sementara anak-anaknya sudah berada di bagian lain, memilih beberapa buku.
Itulah antara lain potret kehidupan warga Padang, urban perkotaan. Menjejukkan namun menarik untuk diperhatikan.
Pada awalanya, sekian tahun lalu, nyaris tak ada mobil baru terlihat di jalanan Padang. Jikapun ada, munculnya dari kawasan Pondok sana saja. Namun kini, muncul dari mana saja, mengikat, bahkan di dalam mobilnya harum.
Pada awalnya, tak sanggup membeli mobil baru. Jika pun ada uang, hanya bisa dibeli mobil bekas. Maka teramat sering mobil bekas, terutama merek Toyota pindah dari satu tangan ke tangan lainnya. Maka, suatu ketika meluncurlah mobil “sesuai selera’ dengan harga yang berdamai, namanya Avanza dengan kembarannya Xenia. Mobil keluarga. Maka gemparlah Indonesia. Ada mobil murah rupanya.
Maka meluncurlah Avanza dan Xenia masuk pasar, laris bagai kacang goreng. Uang yang tadi disiapkan untuk membeli mobil bekas, kini dibayarkan untuk uang muka Avanza atau Xenia. Media massa memberitakannya begitu bersemangat. Inilah mobil baru di Indonesia yang laris manis, tanpa sepotong pun iklan.
Avanza dan Xenia memang dihadirkan untuk menjawab kebutuhan pembeli mobil bekas yang selama ini menjadi pasar potensial di Indonesia. Kehadiran Avanza, lantas kemudian merubah gaya hidup. lalu diikuti mobil merek lain dengan gaya yang modis, lincah dan memukau.
Lantas kemudian, para suami dari pasangan usia subur itu, sering terlihat bercelana pendek di rumah, membersihkan mobilnya di teras di dekat garase. Air memancar kuat dari sebuah kran di sisi garase. Hampir tiap hari, padahal sekali sepekan mobil dibawa ke pencucian.
Tiap sebentar pula, mobil itu dipatut-patut dari jauh, dari dekat. Sesekali, satu keluarga terlihat bergegas meninggalkan Padang untuk sebuah liburan kecil di luar kota. Kembali masuk kota, oli pun diganti, padahal menurut aturannya harus diganti setiap 10 ribu kilometer.
Inilah gaya hidup perkotaan yang dimanfaatkan dengan amat jeli oleh konsumen. Mereka, adalah samudera biru yang selama berpuluh tahun tak tergarap oleh para ahli pasar. Para ahli pasar itu, asik berkelahi di samudera merah, berdarah-darah memperebutkan calon konsumen. Kini, segalanya tersedia untuk kalangan ini, ketika kalangan lain, sibuk dengan motor baru kreditnya.
Maka penuhlah jalan raya kota ini oleh mobil dan motor baru. Semua kredit. Sebuah pasar yang menggiurkan.*
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Search
Popular Posts
-
Ini bukan untuk gagah-gagahan, tapi mencoba berkontribusi lebih banyak lagi bagi kepentingan umum. Apa itu? Forum Editor! Forum Editor a...
-
Khairul Jasmi Di Padang saat ini banyak benar jalan berlobang. Jika tak berlobang, aspalnya terkelupas. Kondisi jalan yang buruk menyebabk...
-
Saya naik pesawat Susi Air dari Simpang Empat ke BIM, begitu mendarat saya sudah ketinggalan siaran langsung pengumuman kabinet oleh Preside...
-
Di pinggang malam, karum jam naik, kami turun ke ruang pracetak. Di dada malam, mesin bergemuruh mencetak huruf demi huruf. Di rumahnya, re...
-
Besi tua, jejak sejarah, eksotik, unik, pabrik indah : indarung 1 Fotografer by : Yosfiandri
-
Ini lagu Minang, “Dikijoknyo Den,” lalu oleh Upiak Isil didendangkan dalam bahasa Indonesia, maka jadilah lagu itu, “Dikedipnya Aku.” Lagu ...
-
Di sebuah rumah minimalis, tinggal sebuah keluarga kecil. Papa, mama dan tiga anak. Anak-anaknya diajari berbahasa Indonesia sejak kecil. Di...
-
Forum pemred indonesia bersama menkeu Sri Mulyani. Saya menyampaikan Tax pasar semen yang mesti digejot, pestisida yang mahal karena impor, ...
-
Ini malam bainai, dipahat sambil main pedang. dari Batam terus ke Dumai, melihat Semen Padang.
Recent Posts
Categories
- Berita ( 2 )
- Jalan-jalan ( 5 )
- Komentar ( 33 )
- Opini ( 20 )
- Tulisan ( 21 )
- Wasit Garis ( 112 )
Sample Text
Blog Archive
-
▼
2011
(
95
)
-
▼
Januari
(
69
)
- Payakumbuh
- Tamara Geraldine
- Telepon Genggam
- SMA 1 Padang
- Jakarta
- Permen
- Masakan Padang
- Merdeka
- Bahasa Minang Indonesia II
- Meja Makan
- Maling
- Makan Siang
- Kelulusan dan Pelepasan
- Negeri Lucu, Negeri Selingkuh
- Melirik
- Entah Luna Maya
- Mari Berdendang
- Kursi Nomor 1
- Takbir
- Kunci Rumah
- Korek Api
- Secangkir Kopi
- Koin Cinta
- King
- Bunker Kiamat
- Bisnis Restoran
- Pendidikan Karakter
- Was-was
- Jujai
- Jengkol
- Jam Gadang
- Jalan Berlobang
- Jakarta
- Hati yang Gembira
- Sit Ball
- Ikan Padang
- Ide
- Masakan Ibu
- Ulangtahun
- Hujan sekarang agak pamberang dibanding hujan saat...
- Pemilihan Gubernur
- Gusi Mobil
- Gubernur
- Calon Gubernur
- Recovery Pascagempa
- Gelap
- Gampo
- Aera Eropa
- Diniyyah Putri
- Cinta
- Cerita Pendek
- Cerai Politik
- Caleg ATM
- Berbunga-bunga
- Bom
- Novel Asrama Bidadari
- Berita Kecil
- Di Rumah, Tidur, Sendiri
- Bambu Illegal Logging
- Bahasa Minang Indonesia
- Awan dan Langit
- Avanza
- Antre di Bank
- Antasari Azhar
- Anggi
- Lembah Anai
- Politik Rasionalitas
- 100 Hari Pascagempa
- Sinisme Politik
-
▼
Januari
(
69
)
0 komentar :
Posting Komentar