On
1/31/2011 03:29:00 AM
by
Khairul Jasmi
in
Wasit Garis
No comments
Di sebuah rumah minimalis, tinggal sebuah keluarga kecil. Papa, mama dan tiga anak. Anak-anaknya diajari berbahasa Indonesia sejak kecil. Di rumah itu, komunikasi sepanjang hari bukan dengan Bahasa Minang, tapi dengan Bahasa Indonesia.
Suatu hari:
Mama : Ha, jangan lasak juga kata mama, jatuh Dedek nanti.
Dedek (Anak bungsu) : (cengar cengir saja)
Mama : Ke sinilah, ada Mama bisikan satu
Dedek : Apa Mama?
Mama : Nanti kalau Papa pulang, kita raun-raun ke Matahari ya, kita tinggalkan saja si Uni.
Uni : (dari dalam kamar) Lamak se mah, wak pai lo
Mama : Kamu bicara apa nih Nak, kasar kali. Pakai Bahasa Indonesialah
Tiba-tiba gerimis turun, mama memanggil pembantunya.
Mama : Pik, hari sudah hujan pula ha, bangkitkan kain yang terampai di jemuran itu, cepat sikit, nanti masam pula kain itu ha.
Upik : (dari halaman) Buk buk, kain tetangga terhampai pula, dia tidak di rumah bagaimana ini?
Mama : Naikkan sajalah dulu, bawa ke sini.
Tiba-tiba si Dedek tanpa sengaja mengibas gelas di atas meja, air pun tumpah membahasi lantai.
Mama : Ondehhh, air sudah berserak-serak ha, Pik, ambil kain lap, berair-air lantai nantik.
Tak lama kemudian Papa pun pulang, deru mobilnya terdengar jelas.
Mama : Hore, itu Papa pulang, jadi juga awak pergi ke Matahari bentuknya ini.
Papa : (langsung memeluk Dedek) mengapa saja si Dedek sejak tadi, Mama?
Mama : Dia main ke main saja, katanya mau ke Matahari
Papa : Hari hujan pula ha, bagaimana caranya
Mama : Hujan tak lebatkan, mobil juga ada.
Papa : Okelah, papa makan satu dulu.
Mama : (bergegas membereskan si bungsu) Uni mau ikut ndak, gantilah baju, cepat sikit.
Tiba-tiba si Abang pulang. Si Abang adalah anak nomor dua. Agak bandel. Di rumah ini, tak dikenal kata-kata “uda”, tapi abang, sapaan untuk kakak laki-laki dari Sumatra Utara.
Mama : Ha ini satu lagi, kemana saja Abang dari tadi?
Abang : Main sepeda ama teman -teman
Papa : Jangan main ke main saja lagi, mandi sana, kita mau ke Matahari.
Abang : (Langsung mencari air minum dan mendaramnya dua gelas)
Dari halaman terdengar temannya berteriak.
Teman : Oi, ang pai ndak, capeklah
Abang : Yo, yo saba kawan, sasak na mah.
Mama : Bahasa apa kamu ini, jangan bermain juga lagi dengan anak-anak tu, tak beretika.
Abang : Bahaso Minang Ma, bahaso ibu, bahaso awak, Apa se bahaso Minang jo kawan-kawannyo, ama gai. Abang cabut lu.
Anak lelaki itu pun bergegas turun, lenyap di balik pintu.
Papa : Suko atilah, kisai bara talok ( ia tak tahan lagi untuk tak tertawa)
Uni : Manga badarai nah galak apa?
Papa : Entah Mamamu ini,
Mama : Awak lo nannyo salahan.
Sejak itu, tak ada lagi paksanaan harus berbahasa Indonesia di rumah mungil itu. *
Suatu hari:
Mama : Ha, jangan lasak juga kata mama, jatuh Dedek nanti.
Dedek (Anak bungsu) : (cengar cengir saja)
Mama : Ke sinilah, ada Mama bisikan satu
Dedek : Apa Mama?
Mama : Nanti kalau Papa pulang, kita raun-raun ke Matahari ya, kita tinggalkan saja si Uni.
Uni : (dari dalam kamar) Lamak se mah, wak pai lo
Mama : Kamu bicara apa nih Nak, kasar kali. Pakai Bahasa Indonesialah
Tiba-tiba gerimis turun, mama memanggil pembantunya.
Mama : Pik, hari sudah hujan pula ha, bangkitkan kain yang terampai di jemuran itu, cepat sikit, nanti masam pula kain itu ha.
Upik : (dari halaman) Buk buk, kain tetangga terhampai pula, dia tidak di rumah bagaimana ini?
Mama : Naikkan sajalah dulu, bawa ke sini.
Tiba-tiba si Dedek tanpa sengaja mengibas gelas di atas meja, air pun tumpah membahasi lantai.
Mama : Ondehhh, air sudah berserak-serak ha, Pik, ambil kain lap, berair-air lantai nantik.
Tak lama kemudian Papa pun pulang, deru mobilnya terdengar jelas.
Mama : Hore, itu Papa pulang, jadi juga awak pergi ke Matahari bentuknya ini.
Papa : (langsung memeluk Dedek) mengapa saja si Dedek sejak tadi, Mama?
Mama : Dia main ke main saja, katanya mau ke Matahari
Papa : Hari hujan pula ha, bagaimana caranya
Mama : Hujan tak lebatkan, mobil juga ada.
Papa : Okelah, papa makan satu dulu.
Mama : (bergegas membereskan si bungsu) Uni mau ikut ndak, gantilah baju, cepat sikit.
Tiba-tiba si Abang pulang. Si Abang adalah anak nomor dua. Agak bandel. Di rumah ini, tak dikenal kata-kata “uda”, tapi abang, sapaan untuk kakak laki-laki dari Sumatra Utara.
Mama : Ha ini satu lagi, kemana saja Abang dari tadi?
Abang : Main sepeda ama teman -teman
Papa : Jangan main ke main saja lagi, mandi sana, kita mau ke Matahari.
Abang : (Langsung mencari air minum dan mendaramnya dua gelas)
Dari halaman terdengar temannya berteriak.
Teman : Oi, ang pai ndak, capeklah
Abang : Yo, yo saba kawan, sasak na mah.
Mama : Bahasa apa kamu ini, jangan bermain juga lagi dengan anak-anak tu, tak beretika.
Abang : Bahaso Minang Ma, bahaso ibu, bahaso awak, Apa se bahaso Minang jo kawan-kawannyo, ama gai. Abang cabut lu.
Anak lelaki itu pun bergegas turun, lenyap di balik pintu.
Papa : Suko atilah, kisai bara talok ( ia tak tahan lagi untuk tak tertawa)
Uni : Manga badarai nah galak apa?
Papa : Entah Mamamu ini,
Mama : Awak lo nannyo salahan.
Sejak itu, tak ada lagi paksanaan harus berbahasa Indonesia di rumah mungil itu. *
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Search
Popular Posts
-
Ini bukan untuk gagah-gagahan, tapi mencoba berkontribusi lebih banyak lagi bagi kepentingan umum. Apa itu? Forum Editor! Forum Editor a...
-
Khairul Jasmi Di Padang saat ini banyak benar jalan berlobang. Jika tak berlobang, aspalnya terkelupas. Kondisi jalan yang buruk menyebabk...
-
Saya naik pesawat Susi Air dari Simpang Empat ke BIM, begitu mendarat saya sudah ketinggalan siaran langsung pengumuman kabinet oleh Preside...
-
Di pinggang malam, karum jam naik, kami turun ke ruang pracetak. Di dada malam, mesin bergemuruh mencetak huruf demi huruf. Di rumahnya, re...
-
Besi tua, jejak sejarah, eksotik, unik, pabrik indah : indarung 1 Fotografer by : Yosfiandri
-
Ini lagu Minang, “Dikijoknyo Den,” lalu oleh Upiak Isil didendangkan dalam bahasa Indonesia, maka jadilah lagu itu, “Dikedipnya Aku.” Lagu ...
-
Di sebuah rumah minimalis, tinggal sebuah keluarga kecil. Papa, mama dan tiga anak. Anak-anaknya diajari berbahasa Indonesia sejak kecil. Di...
-
Forum pemred indonesia bersama menkeu Sri Mulyani. Saya menyampaikan Tax pasar semen yang mesti digejot, pestisida yang mahal karena impor, ...
-
Ini malam bainai, dipahat sambil main pedang. dari Batam terus ke Dumai, melihat Semen Padang.
Recent Posts
Categories
- Berita ( 2 )
- Jalan-jalan ( 5 )
- Komentar ( 33 )
- Opini ( 20 )
- Tulisan ( 21 )
- Wasit Garis ( 112 )
Sample Text
Blog Archive
-
▼
2011
(
95
)
-
▼
Januari
(
69
)
- Payakumbuh
- Tamara Geraldine
- Telepon Genggam
- SMA 1 Padang
- Jakarta
- Permen
- Masakan Padang
- Merdeka
- Bahasa Minang Indonesia II
- Meja Makan
- Maling
- Makan Siang
- Kelulusan dan Pelepasan
- Negeri Lucu, Negeri Selingkuh
- Melirik
- Entah Luna Maya
- Mari Berdendang
- Kursi Nomor 1
- Takbir
- Kunci Rumah
- Korek Api
- Secangkir Kopi
- Koin Cinta
- King
- Bunker Kiamat
- Bisnis Restoran
- Pendidikan Karakter
- Was-was
- Jujai
- Jengkol
- Jam Gadang
- Jalan Berlobang
- Jakarta
- Hati yang Gembira
- Sit Ball
- Ikan Padang
- Ide
- Masakan Ibu
- Ulangtahun
- Hujan sekarang agak pamberang dibanding hujan saat...
- Pemilihan Gubernur
- Gusi Mobil
- Gubernur
- Calon Gubernur
- Recovery Pascagempa
- Gelap
- Gampo
- Aera Eropa
- Diniyyah Putri
- Cinta
- Cerita Pendek
- Cerai Politik
- Caleg ATM
- Berbunga-bunga
- Bom
- Novel Asrama Bidadari
- Berita Kecil
- Di Rumah, Tidur, Sendiri
- Bambu Illegal Logging
- Bahasa Minang Indonesia
- Awan dan Langit
- Avanza
- Antre di Bank
- Antasari Azhar
- Anggi
- Lembah Anai
- Politik Rasionalitas
- 100 Hari Pascagempa
- Sinisme Politik
-
▼
Januari
(
69
)
0 komentar :
Posting Komentar