On
1/31/2011 03:31:00 AM
by
Khairul Jasmi
in
Wasit Garis
No comments
Jumat pagi yang nyaman pekan lalu, robek oleh hentakan bom di dua hotel ternama di Jakarta, JW Marriott dan Ritz Carlton. Ini seperti kado berdarah untuk pemilu 8 Juli yang berlangsung aman.
Presiden SBY menyatakan, kejadian keji itu, merusak keamanan dan kedamaian di negeri ini.
Kepala Negara menyatakan, teror itu terjadi saat pilpres baru saja selesai dan hasil suara sedang dihitung KPU. Bisa jadi, ini bom teroris sisa-sisa kejaan Nurdin M Top, tapi bisa pula pihak lain, yang bisa saja ada kaitannya dengan pemilu.
Ternyata teror bom masih belum habis di Indonesia. Negeri kita yang molek ini, amat rawan diganggu oleh siapapun dan dengan cara apapun. Pecandu sepakbola menggerutu dan kesal bukan main, sebab tim kesayangan mereka Manchester United (MU), batal datang ke Jakarta.
Ada sesuatu yang besar di belakang kita yang tak terlihat dan tidak diketahui oleh rakyat. Indonesia ini, menyimpan berjuta dengki, kasumat dan balas dendam. Indonesia, memiliki orang-orang yang berhati liar, ingin membunuh dan merusak apa saja yang bisa ia rusak.
Sementara rakyat, hanya bisa menangis. Jika kemudian politik hanya untuk alat pembantaian, untuk apa berpolitik. Kemudian diam dalam ketakutan.
teror yang terjadi pukul 07.40 WIB, Jumat itu, merupakan nestapa yang kesekian kalinya terjadi di Indonesia. Tak sudah-sudahnya dan mungkin akan terus bertambah. Jika ini murni teroris, maka satu sisi kita bisa lega, karena tak ada kaitan dengan pemilu. Tapi pernyataan SBY menguatkan dugaan, ini memang buah pahit dari pemilu.
Data yang ada menunjukkan, teror bom mulai intens di Indonesia sejak tahun 2000. Mulai 1 Agustus 2000, meledaklah bom di Kedutaan Besar Filipina di Jakarta, dua orang tewas dan puluhan orang terluka. Belum lagi bom bali dan bom-bom lainnya. Di Mariot, sudah dua kali bom meledak, setelah 2003 silam.
Rakyat Indonesia bergeming di depan televisi, lalulintas SMS naik 300 kali lipat. Semua hanya ingin tahu soal bom di Jakarta dan bagaimana setelah itu.
Setelah ini, hingga ini ke atas, Indonesia adalah Indonesia yang luka dengan ratusan juta rakyatnya yang papa. Banyak benar derita komulatif kita. Berbagai macam penyakit menular, malaria, DBD, penyakit kelamin, flu babi, flu burung. Kemudian narkoba sudah seperti permen saja.
Belum lagi kejahatan di jalan, kejahatan di kota-kota besar, pemerkosaan, perdagangan manusia, kejahatan aparat pada rakyat, kejahatan pejabat pada rakyat, korupsi. Tak sampai di sana, aparat berkelahi sesamanya secara fisik. Pimpinan mereka adu pangkat, main gertak dan main ancam.
Indonesia Raya ini memang harus kita selamatkan. Bom adalah alat pembunuh yang paling mematikan. Harapan, pada aparat keamanan, hentikanlah segela bentuk teror bom oleh pihak-pihak yang jahat itu. Ini negeri warisan anak cucu kita. *
Presiden SBY menyatakan, kejadian keji itu, merusak keamanan dan kedamaian di negeri ini.
Kepala Negara menyatakan, teror itu terjadi saat pilpres baru saja selesai dan hasil suara sedang dihitung KPU. Bisa jadi, ini bom teroris sisa-sisa kejaan Nurdin M Top, tapi bisa pula pihak lain, yang bisa saja ada kaitannya dengan pemilu.
Ternyata teror bom masih belum habis di Indonesia. Negeri kita yang molek ini, amat rawan diganggu oleh siapapun dan dengan cara apapun. Pecandu sepakbola menggerutu dan kesal bukan main, sebab tim kesayangan mereka Manchester United (MU), batal datang ke Jakarta.
Ada sesuatu yang besar di belakang kita yang tak terlihat dan tidak diketahui oleh rakyat. Indonesia ini, menyimpan berjuta dengki, kasumat dan balas dendam. Indonesia, memiliki orang-orang yang berhati liar, ingin membunuh dan merusak apa saja yang bisa ia rusak.
Sementara rakyat, hanya bisa menangis. Jika kemudian politik hanya untuk alat pembantaian, untuk apa berpolitik. Kemudian diam dalam ketakutan.
teror yang terjadi pukul 07.40 WIB, Jumat itu, merupakan nestapa yang kesekian kalinya terjadi di Indonesia. Tak sudah-sudahnya dan mungkin akan terus bertambah. Jika ini murni teroris, maka satu sisi kita bisa lega, karena tak ada kaitan dengan pemilu. Tapi pernyataan SBY menguatkan dugaan, ini memang buah pahit dari pemilu.
Data yang ada menunjukkan, teror bom mulai intens di Indonesia sejak tahun 2000. Mulai 1 Agustus 2000, meledaklah bom di Kedutaan Besar Filipina di Jakarta, dua orang tewas dan puluhan orang terluka. Belum lagi bom bali dan bom-bom lainnya. Di Mariot, sudah dua kali bom meledak, setelah 2003 silam.
Rakyat Indonesia bergeming di depan televisi, lalulintas SMS naik 300 kali lipat. Semua hanya ingin tahu soal bom di Jakarta dan bagaimana setelah itu.
Setelah ini, hingga ini ke atas, Indonesia adalah Indonesia yang luka dengan ratusan juta rakyatnya yang papa. Banyak benar derita komulatif kita. Berbagai macam penyakit menular, malaria, DBD, penyakit kelamin, flu babi, flu burung. Kemudian narkoba sudah seperti permen saja.
Belum lagi kejahatan di jalan, kejahatan di kota-kota besar, pemerkosaan, perdagangan manusia, kejahatan aparat pada rakyat, kejahatan pejabat pada rakyat, korupsi. Tak sampai di sana, aparat berkelahi sesamanya secara fisik. Pimpinan mereka adu pangkat, main gertak dan main ancam.
Indonesia Raya ini memang harus kita selamatkan. Bom adalah alat pembunuh yang paling mematikan. Harapan, pada aparat keamanan, hentikanlah segela bentuk teror bom oleh pihak-pihak yang jahat itu. Ini negeri warisan anak cucu kita. *
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Search
Popular Posts
-
Di pinggang malam, karum jam naik, kami turun ke ruang pracetak. Di dada malam, mesin bergemuruh mencetak huruf demi huruf. Di rumahnya, re...
-
Ini lagu Minang, “Dikijoknyo Den,” lalu oleh Upiak Isil didendangkan dalam bahasa Indonesia, maka jadilah lagu itu, “Dikedipnya Aku.” Lagu ...
-
Untuk sebuah keperluan, bebe- rapa hari lalu saya tampil dengan pakaian sipil lengkap (PSL). Hari-hari sebelumnya saya sudah biasa memakai ...
-
Ini bukan untuk gagah-gagahan, tapi mencoba berkontribusi lebih banyak lagi bagi kepentingan umum. Apa itu? Forum Editor! Forum Editor a...
-
Sebuah bank, memasang spanduk di kompleks perumahan saya di Kuranji, Padang. Isinya ajakan agar kami memindahkan kredit kepemilikan rumah (K...
-
Prof Jan Romain pada tahun 1953 menulis sebuah buku — sebenarnya materi perkuliahannya di Universitas Gadjah Mada — berjudul “Aera Eropa.” ...
-
Ini malam bainai, dipahat sambil main pedang. dari Batam terus ke Dumai, melihat Semen Padang.
-
HAWAII – Saya di Honolulu, Hawaii sekarang. Sejak berangkat Senin (6/4) sudah dilewati siang dan malam, sesampai di sini malah masih Senin...
-
Malam sebentar lagi larut, tapi Payakumbuh semakin ramai. Sepanjang jalan nan lurus pedagang kaki lima berderet rapi. Cahaya lampu dari gero...

Categories
- Berita ( 2 )
- Jalan-jalan ( 5 )
- Komentar ( 33 )
- Opini ( 20 )
- Tulisan ( 21 )
- Wasit Garis ( 112 )

Blog Archive
-
▼
2011
(
95
)
-
▼
Januari
(
69
)
- Payakumbuh
- Tamara Geraldine
- Telepon Genggam
- SMA 1 Padang
- Jakarta
- Permen
- Masakan Padang
- Merdeka
- Bahasa Minang Indonesia II
- Meja Makan
- Maling
- Makan Siang
- Kelulusan dan Pelepasan
- Negeri Lucu, Negeri Selingkuh
- Melirik
- Entah Luna Maya
- Mari Berdendang
- Kursi Nomor 1
- Takbir
- Kunci Rumah
- Korek Api
- Secangkir Kopi
- Koin Cinta
- King
- Bunker Kiamat
- Bisnis Restoran
- Pendidikan Karakter
- Was-was
- Jujai
- Jengkol
- Jam Gadang
- Jalan Berlobang
- Jakarta
- Hati yang Gembira
- Sit Ball
- Ikan Padang
- Ide
- Masakan Ibu
- Ulangtahun
- Hujan sekarang agak pamberang dibanding hujan saat...
- Pemilihan Gubernur
- Gusi Mobil
- Gubernur
- Calon Gubernur
- Recovery Pascagempa
- Gelap
- Gampo
- Aera Eropa
- Diniyyah Putri
- Cinta
- Cerita Pendek
- Cerai Politik
- Caleg ATM
- Berbunga-bunga
- Bom
- Novel Asrama Bidadari
- Berita Kecil
- Di Rumah, Tidur, Sendiri
- Bambu Illegal Logging
- Bahasa Minang Indonesia
- Awan dan Langit
- Avanza
- Antre di Bank
- Antasari Azhar
- Anggi
- Lembah Anai
- Politik Rasionalitas
- 100 Hari Pascagempa
- Sinisme Politik
-
▼
Januari
(
69
)

0 komentar :
Posting Komentar