Sebuah iklan televisi:
“Sayang, yang di mobil itu, busi apa gusi?”
“Aaahh, ga bisa memperbaikinya!?”
Itu ucapan-ucapan seorang perempuan muda dengan lawan bicaranya lewat telepon genggam. Perempuan muda itu merengek, manjanya minta ampun. Ia menelepon, karena mobil rancaknya rusak. Dalam iklan itu terlihat kap mesin sudah terbuka dan tampaklah asap mengepul. Mungkin radiatornya yang rusak.
Saya terkekeh ketika melihat iklan itu pertama kali. Bayangkan, seorang wanita cantik perkotaan yang mahir membawa mobil, ketika mobilnya rusak, ia ragu alat penting di mobilnya, apakah namanya busi atau gusi.
Sesungguhnya yang pandai membawa mobil pasti tahu bahwa alat itu namanya busi, sebab gusi justru ada di mulut kita. Tapi, karena ia mengajukan pertanyaan yang tidak lazim dan berlagak bodoh, tapi manjanya bukan main, maka orang akan tertarik. Daya tarik iklan tersebut, justru pada pertanyaan dan pada kemanjaan si bintang iklan. Lalu meluncurlah pesan-pesan produk. Pesan sampai, calon konsumen mulai terganggu antenenya. Suatu hari ia akan membeli.
Pesan sampingan dari iklan itu, betapa tidak pedulinya seseorang dengan sesuatu yang sesungguhnya penting bagi dia. Ini, mungkin disebabkan karena setiap hal, ada ahlinya. Iklan itu, sekaligus melambangkan, betapa pentingnya telepon genggam. Sekaligus pula menunjukkan, seseorang amat tergantung pada orang lain.
Telepon genggam memang penting. Di negeri ini, hanya tarif pulsa telepon genggam yang bisa diturunkan pemerintah, selebihnya naik. Kita menaruh rasa hormat pada Menkominfo Moh Noeh. Hanya dia yang bisa menurunkan tarif. Selebihnya tidak.
Telepon genggam memang penting. Karena telepon itulah KPK bisa menangkapi orang, karena pembicaraannya disadap. Sudah seperti ramba dihemaskan, berserakan tersangka di mana-mana. Selamatlah buat KPK.
Telepon genggam memang penting untuk bisnis, untuk mengecoh istri. Orang memakai hape, sering tak jujur, terutama untuk hal-hal kecil.
Anak sekolah tak boleh pakai hape kamera, karena bisa mencigok gambar porno. Tapi, orang berporno ria sampai ke Senayan tak terlerakkan.
Gaya hidup kaum urban perkotaan memang ‘minta ampun’. Segala hal yang dipasarkan lewat iklan di televisi adalah untuk mereka. Untuk suami mereka, untuk istri mereka, untuk anak mereka.
Dan iklan adalah bahasa yang bercakap-cakap dengan calon konsumennya. Manajer produk rumahtangga dan kebutuhan lainnya, sangat takut dengan jempol anak-anak, karena mereka bisa memindahkan saluran televisi, kalau iklan yang ia tonton tidak menarik.
Karena itu, sekuat tenaga, iklan televisi dibuat semenarik mungkin. Seringsekali yang jadi ikon di iklan itu ibu-ibu dan anak-anak.
Ibu dan anak adalah ‘penguasa’ tak terkalahkan di rumahtangga kaum urban perkotaan. Jangankan untuk membeli rumah, mobil, untuk membeli karpet saja, harus atas persetujuan anak. Kalau anak tak suka warnanya, ganti!
Pada satu sisi itu menunjukkan kasih sayang dan menunjukkan rumahtangga yang berbahagia.
Iklan “Yang di mobil busi atau gusi?” adalah juga untuk mereka yang berbahagian
Sebuah penelitian menunjukkan, orang-orang di kebanyakan negara di seluruh dunia lebih bahagia belakangan ini. Data itu dilansir oleh World Values Survey (WVS)yang berpusat di University of Michigan (UM).
Data dari perwakilan survei nasional yang dilaksanakan dari 1981 hingga 2007 memperlihatkan indeks kebahagiaan naik dalam jumlah yang sangat besar di negara yang diteliti.
Rangkaian angket 2007 menyusun daftar 97 negara yang memiliki 90 persen penduduk dunia. Hasilnya memperlihatkan bahwa Denmark adalah negara paling bahagia di dunia dan Zimbabwe adalah negara yang paling tidak bahagia. Amerika Serikat berada posisi ke-16 dalam daftar tersebut, tepat setelah Selandia Baru.
Selama 26 tahun terakhir, WVS telah menanyai lebih dari 350.000 orang mengenai seberapa bahagia kah mereka, dengan menggunakan dua pertanyaan yang sama.
“Mengingat semua keadaan, apakah anda mengatakan bahwa anda sangat bahagia, agak bahagia, tidak terlalu bahagia, tidak bahagia sama sekali? Dan dengan mempertimbangkan semua keadaan, seberapa bahagia kah anda dengan hidup anda sealam ini?”
“Sayang, yang di mobil itu, busi apa gusi?”
“Aaahh, ga bisa memperbaikinya!?”
Mati den! Kudoklah *
“Sayang, yang di mobil itu, busi apa gusi?”
“Aaahh, ga bisa memperbaikinya!?”
Itu ucapan-ucapan seorang perempuan muda dengan lawan bicaranya lewat telepon genggam. Perempuan muda itu merengek, manjanya minta ampun. Ia menelepon, karena mobil rancaknya rusak. Dalam iklan itu terlihat kap mesin sudah terbuka dan tampaklah asap mengepul. Mungkin radiatornya yang rusak.
Saya terkekeh ketika melihat iklan itu pertama kali. Bayangkan, seorang wanita cantik perkotaan yang mahir membawa mobil, ketika mobilnya rusak, ia ragu alat penting di mobilnya, apakah namanya busi atau gusi.
Sesungguhnya yang pandai membawa mobil pasti tahu bahwa alat itu namanya busi, sebab gusi justru ada di mulut kita. Tapi, karena ia mengajukan pertanyaan yang tidak lazim dan berlagak bodoh, tapi manjanya bukan main, maka orang akan tertarik. Daya tarik iklan tersebut, justru pada pertanyaan dan pada kemanjaan si bintang iklan. Lalu meluncurlah pesan-pesan produk. Pesan sampai, calon konsumen mulai terganggu antenenya. Suatu hari ia akan membeli.
Pesan sampingan dari iklan itu, betapa tidak pedulinya seseorang dengan sesuatu yang sesungguhnya penting bagi dia. Ini, mungkin disebabkan karena setiap hal, ada ahlinya. Iklan itu, sekaligus melambangkan, betapa pentingnya telepon genggam. Sekaligus pula menunjukkan, seseorang amat tergantung pada orang lain.
Telepon genggam memang penting. Di negeri ini, hanya tarif pulsa telepon genggam yang bisa diturunkan pemerintah, selebihnya naik. Kita menaruh rasa hormat pada Menkominfo Moh Noeh. Hanya dia yang bisa menurunkan tarif. Selebihnya tidak.
Telepon genggam memang penting. Karena telepon itulah KPK bisa menangkapi orang, karena pembicaraannya disadap. Sudah seperti ramba dihemaskan, berserakan tersangka di mana-mana. Selamatlah buat KPK.
Telepon genggam memang penting untuk bisnis, untuk mengecoh istri. Orang memakai hape, sering tak jujur, terutama untuk hal-hal kecil.
Anak sekolah tak boleh pakai hape kamera, karena bisa mencigok gambar porno. Tapi, orang berporno ria sampai ke Senayan tak terlerakkan.
Gaya hidup kaum urban perkotaan memang ‘minta ampun’. Segala hal yang dipasarkan lewat iklan di televisi adalah untuk mereka. Untuk suami mereka, untuk istri mereka, untuk anak mereka.
Dan iklan adalah bahasa yang bercakap-cakap dengan calon konsumennya. Manajer produk rumahtangga dan kebutuhan lainnya, sangat takut dengan jempol anak-anak, karena mereka bisa memindahkan saluran televisi, kalau iklan yang ia tonton tidak menarik.
Karena itu, sekuat tenaga, iklan televisi dibuat semenarik mungkin. Seringsekali yang jadi ikon di iklan itu ibu-ibu dan anak-anak.
Ibu dan anak adalah ‘penguasa’ tak terkalahkan di rumahtangga kaum urban perkotaan. Jangankan untuk membeli rumah, mobil, untuk membeli karpet saja, harus atas persetujuan anak. Kalau anak tak suka warnanya, ganti!
Pada satu sisi itu menunjukkan kasih sayang dan menunjukkan rumahtangga yang berbahagia.
Iklan “Yang di mobil busi atau gusi?” adalah juga untuk mereka yang berbahagian
Sebuah penelitian menunjukkan, orang-orang di kebanyakan negara di seluruh dunia lebih bahagia belakangan ini. Data itu dilansir oleh World Values Survey (WVS)yang berpusat di University of Michigan (UM).
Data dari perwakilan survei nasional yang dilaksanakan dari 1981 hingga 2007 memperlihatkan indeks kebahagiaan naik dalam jumlah yang sangat besar di negara yang diteliti.
Rangkaian angket 2007 menyusun daftar 97 negara yang memiliki 90 persen penduduk dunia. Hasilnya memperlihatkan bahwa Denmark adalah negara paling bahagia di dunia dan Zimbabwe adalah negara yang paling tidak bahagia. Amerika Serikat berada posisi ke-16 dalam daftar tersebut, tepat setelah Selandia Baru.
Selama 26 tahun terakhir, WVS telah menanyai lebih dari 350.000 orang mengenai seberapa bahagia kah mereka, dengan menggunakan dua pertanyaan yang sama.
“Mengingat semua keadaan, apakah anda mengatakan bahwa anda sangat bahagia, agak bahagia, tidak terlalu bahagia, tidak bahagia sama sekali? Dan dengan mempertimbangkan semua keadaan, seberapa bahagia kah anda dengan hidup anda sealam ini?”
“Sayang, yang di mobil itu, busi apa gusi?”
“Aaahh, ga bisa memperbaikinya!?”
Mati den! Kudoklah *
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Search
Popular Posts
-
Ini bukan untuk gagah-gagahan, tapi mencoba berkontribusi lebih banyak lagi bagi kepentingan umum. Apa itu? Forum Editor! Forum Editor a...
-
Khairul Jasmi Di Padang saat ini banyak benar jalan berlobang. Jika tak berlobang, aspalnya terkelupas. Kondisi jalan yang buruk menyebabk...
-
Saya naik pesawat Susi Air dari Simpang Empat ke BIM, begitu mendarat saya sudah ketinggalan siaran langsung pengumuman kabinet oleh Preside...
-
Di pinggang malam, karum jam naik, kami turun ke ruang pracetak. Di dada malam, mesin bergemuruh mencetak huruf demi huruf. Di rumahnya, re...
-
Besi tua, jejak sejarah, eksotik, unik, pabrik indah : indarung 1 Fotografer by : Yosfiandri
-
Ini lagu Minang, “Dikijoknyo Den,” lalu oleh Upiak Isil didendangkan dalam bahasa Indonesia, maka jadilah lagu itu, “Dikedipnya Aku.” Lagu ...
-
Di sebuah rumah minimalis, tinggal sebuah keluarga kecil. Papa, mama dan tiga anak. Anak-anaknya diajari berbahasa Indonesia sejak kecil. Di...
-
Forum pemred indonesia bersama menkeu Sri Mulyani. Saya menyampaikan Tax pasar semen yang mesti digejot, pestisida yang mahal karena impor, ...
-
Ini malam bainai, dipahat sambil main pedang. dari Batam terus ke Dumai, melihat Semen Padang.
Recent Posts
Categories
- Berita ( 2 )
- Jalan-jalan ( 5 )
- Komentar ( 33 )
- Opini ( 20 )
- Tulisan ( 21 )
- Wasit Garis ( 112 )
Sample Text
Blog Archive
-
▼
2011
(
95
)
-
▼
Januari
(
69
)
- Payakumbuh
- Tamara Geraldine
- Telepon Genggam
- SMA 1 Padang
- Jakarta
- Permen
- Masakan Padang
- Merdeka
- Bahasa Minang Indonesia II
- Meja Makan
- Maling
- Makan Siang
- Kelulusan dan Pelepasan
- Negeri Lucu, Negeri Selingkuh
- Melirik
- Entah Luna Maya
- Mari Berdendang
- Kursi Nomor 1
- Takbir
- Kunci Rumah
- Korek Api
- Secangkir Kopi
- Koin Cinta
- King
- Bunker Kiamat
- Bisnis Restoran
- Pendidikan Karakter
- Was-was
- Jujai
- Jengkol
- Jam Gadang
- Jalan Berlobang
- Jakarta
- Hati yang Gembira
- Sit Ball
- Ikan Padang
- Ide
- Masakan Ibu
- Ulangtahun
- Hujan sekarang agak pamberang dibanding hujan saat...
- Pemilihan Gubernur
- Gusi Mobil
- Gubernur
- Calon Gubernur
- Recovery Pascagempa
- Gelap
- Gampo
- Aera Eropa
- Diniyyah Putri
- Cinta
- Cerita Pendek
- Cerai Politik
- Caleg ATM
- Berbunga-bunga
- Bom
- Novel Asrama Bidadari
- Berita Kecil
- Di Rumah, Tidur, Sendiri
- Bambu Illegal Logging
- Bahasa Minang Indonesia
- Awan dan Langit
- Avanza
- Antre di Bank
- Antasari Azhar
- Anggi
- Lembah Anai
- Politik Rasionalitas
- 100 Hari Pascagempa
- Sinisme Politik
-
▼
Januari
(
69
)
0 komentar :
Posting Komentar