On
1/31/2011 03:42:00 AM
by
Khairul Jasmi
in
Wasit Garis
No comments
Khairul Jasmi
Jam Gadang ditutup pada pergantian tahun lalu, tapi pada pergantian tahun 2009 ke 2010 hal itu tidak akan dilakukan lagi. Penutupan Jam Gadang itu, sebenarnya kontraproduktif, tapi apa boleh buat.
Jam Gadadang yang dibangun 1926 itu, kabarnya dibuat dengan putih telur. Tapi tak ada catatan sejarah soal itu. Kalau benar dengan putih telur, saya tak tahu bagaimana teknisnya. Namun bisa saja memang demikian adanya. Bisa juga tidak, sebab pada 1910 pabrik semen sudah berdiri di Padang. Sepanjang tak ada keterangan resmi, saya cenderung percaya Jam Gadang dibangun memakai semen, bukan putih telur. Bahwa orang lain percaya dengan putih telur, itu juga tak ada salahnya. Saya akan merubah pendirian, tatkala ada bukti, memang dengan putih telurlah menara jam itu dibangun.
Jika dibangun dengan semen, maka menurut saya Jam Gadang adalah juga menumen berakhirnya zaman putih telur. Kata nenek moyang, adonan pasir dan batu memakai putih telur lebih kuat ketimbang semen.
Tapi, terlepas dari, mana yang baik semen dari putih telur, satu hal yang pasti, yaitu nenek moyang kita tak semata mengenal teknologi rumah gadang tapi juga beton. Keahlian orang-orang zaman dulu, mengagumkan.
Untuk banyak hal sebenarnya, orang dahulu lebih kaya dari kita. Sawah misalnya, bandingkan dengan hasil karya orang dulu dengan orang sekarang. Sawah berjenjang yang sangat indah, dengan irigasi yang mengular di kaki-kaki bukit, merupakan sebuah hasil karya yang merawatnya pun, kita tak mampu.
Nenek moyang bersama si penjajah Belanda juga meninggalkan mahakarya berupa jalan raya yang kita kadang lalai mengaspalnya. Malah, runtuhpun tebingnya, hilang akan awak memperbaikinya. Jalan di Lembah Anai merupakan salah satu contoh nyata, betapa nenek moyang merelakan nyawa dan harga dirinya hancur demi anak cucunya.
Begitulah, zaman terus bergulir dan warisan yang ditinggalkan, hancur satu persatu. Jam Gadang yang tersisa tak lebih dari sebuah menara yang berdiri di Bukittinggi dengan sedikit catatan di kakinya. Padahal, di sana seharusnya ada catatan yang lebih panjang tentang kisah berdirinya jam tersebut. Bukan hanya kisahnya, tapi juga si tokoh yang jadi arsitektur, tentang jamnya sendiri dibeli dimana dan sebagainya. Masa iya, pemerintah Bukittinggi diajari juga hal-hal sepele semacam itu.
Justru yang terjadi pemerintah menukar puncaknya dengan gonjong rumah gadang. Padahal itu merusak keaslian Jam Gadang.
Ah sudahlah, Pemerintah Bukittinggi sedang banyak urusan, misalnya menembok lobang jepang, memberinya aliran listrik agar terang benderang. Membuat tangga-tangga di dalamnya. Di sana pun tak perlu ada terpampang kisah tentang lobang itu, juga tidak kisah tentyang Ngarai Sianok yang fenomenal itu. Padahal narasi soal kedua hal ini, akan membuat orang takjub.
Mungkin walikota yang baru sedang sibuk mempersiapkan diri untuk pilwako, sehingga hal itu belum tergarap *
Jam Gadang ditutup pada pergantian tahun lalu, tapi pada pergantian tahun 2009 ke 2010 hal itu tidak akan dilakukan lagi. Penutupan Jam Gadang itu, sebenarnya kontraproduktif, tapi apa boleh buat.
Jam Gadadang yang dibangun 1926 itu, kabarnya dibuat dengan putih telur. Tapi tak ada catatan sejarah soal itu. Kalau benar dengan putih telur, saya tak tahu bagaimana teknisnya. Namun bisa saja memang demikian adanya. Bisa juga tidak, sebab pada 1910 pabrik semen sudah berdiri di Padang. Sepanjang tak ada keterangan resmi, saya cenderung percaya Jam Gadang dibangun memakai semen, bukan putih telur. Bahwa orang lain percaya dengan putih telur, itu juga tak ada salahnya. Saya akan merubah pendirian, tatkala ada bukti, memang dengan putih telurlah menara jam itu dibangun.
Jika dibangun dengan semen, maka menurut saya Jam Gadang adalah juga menumen berakhirnya zaman putih telur. Kata nenek moyang, adonan pasir dan batu memakai putih telur lebih kuat ketimbang semen.
Tapi, terlepas dari, mana yang baik semen dari putih telur, satu hal yang pasti, yaitu nenek moyang kita tak semata mengenal teknologi rumah gadang tapi juga beton. Keahlian orang-orang zaman dulu, mengagumkan.
Untuk banyak hal sebenarnya, orang dahulu lebih kaya dari kita. Sawah misalnya, bandingkan dengan hasil karya orang dulu dengan orang sekarang. Sawah berjenjang yang sangat indah, dengan irigasi yang mengular di kaki-kaki bukit, merupakan sebuah hasil karya yang merawatnya pun, kita tak mampu.
Nenek moyang bersama si penjajah Belanda juga meninggalkan mahakarya berupa jalan raya yang kita kadang lalai mengaspalnya. Malah, runtuhpun tebingnya, hilang akan awak memperbaikinya. Jalan di Lembah Anai merupakan salah satu contoh nyata, betapa nenek moyang merelakan nyawa dan harga dirinya hancur demi anak cucunya.
Begitulah, zaman terus bergulir dan warisan yang ditinggalkan, hancur satu persatu. Jam Gadang yang tersisa tak lebih dari sebuah menara yang berdiri di Bukittinggi dengan sedikit catatan di kakinya. Padahal, di sana seharusnya ada catatan yang lebih panjang tentang kisah berdirinya jam tersebut. Bukan hanya kisahnya, tapi juga si tokoh yang jadi arsitektur, tentang jamnya sendiri dibeli dimana dan sebagainya. Masa iya, pemerintah Bukittinggi diajari juga hal-hal sepele semacam itu.
Justru yang terjadi pemerintah menukar puncaknya dengan gonjong rumah gadang. Padahal itu merusak keaslian Jam Gadang.
Ah sudahlah, Pemerintah Bukittinggi sedang banyak urusan, misalnya menembok lobang jepang, memberinya aliran listrik agar terang benderang. Membuat tangga-tangga di dalamnya. Di sana pun tak perlu ada terpampang kisah tentang lobang itu, juga tidak kisah tentyang Ngarai Sianok yang fenomenal itu. Padahal narasi soal kedua hal ini, akan membuat orang takjub.
Mungkin walikota yang baru sedang sibuk mempersiapkan diri untuk pilwako, sehingga hal itu belum tergarap *
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Search
Popular Posts
-
Ini bukan untuk gagah-gagahan, tapi mencoba berkontribusi lebih banyak lagi bagi kepentingan umum. Apa itu? Forum Editor! Forum Editor a...
-
Khairul Jasmi Di Padang saat ini banyak benar jalan berlobang. Jika tak berlobang, aspalnya terkelupas. Kondisi jalan yang buruk menyebabk...
-
Saya naik pesawat Susi Air dari Simpang Empat ke BIM, begitu mendarat saya sudah ketinggalan siaran langsung pengumuman kabinet oleh Preside...
-
Di pinggang malam, karum jam naik, kami turun ke ruang pracetak. Di dada malam, mesin bergemuruh mencetak huruf demi huruf. Di rumahnya, re...
-
Besi tua, jejak sejarah, eksotik, unik, pabrik indah : indarung 1 Fotografer by : Yosfiandri
-
Ini lagu Minang, “Dikijoknyo Den,” lalu oleh Upiak Isil didendangkan dalam bahasa Indonesia, maka jadilah lagu itu, “Dikedipnya Aku.” Lagu ...
-
Di sebuah rumah minimalis, tinggal sebuah keluarga kecil. Papa, mama dan tiga anak. Anak-anaknya diajari berbahasa Indonesia sejak kecil. Di...
-
Forum pemred indonesia bersama menkeu Sri Mulyani. Saya menyampaikan Tax pasar semen yang mesti digejot, pestisida yang mahal karena impor, ...
-
Ini malam bainai, dipahat sambil main pedang. dari Batam terus ke Dumai, melihat Semen Padang.
Recent Posts
Categories
- Berita ( 2 )
- Jalan-jalan ( 5 )
- Komentar ( 33 )
- Opini ( 20 )
- Tulisan ( 21 )
- Wasit Garis ( 112 )
Sample Text
Blog Archive
-
▼
2011
(
95
)
-
▼
Januari
(
69
)
- Payakumbuh
- Tamara Geraldine
- Telepon Genggam
- SMA 1 Padang
- Jakarta
- Permen
- Masakan Padang
- Merdeka
- Bahasa Minang Indonesia II
- Meja Makan
- Maling
- Makan Siang
- Kelulusan dan Pelepasan
- Negeri Lucu, Negeri Selingkuh
- Melirik
- Entah Luna Maya
- Mari Berdendang
- Kursi Nomor 1
- Takbir
- Kunci Rumah
- Korek Api
- Secangkir Kopi
- Koin Cinta
- King
- Bunker Kiamat
- Bisnis Restoran
- Pendidikan Karakter
- Was-was
- Jujai
- Jengkol
- Jam Gadang
- Jalan Berlobang
- Jakarta
- Hati yang Gembira
- Sit Ball
- Ikan Padang
- Ide
- Masakan Ibu
- Ulangtahun
- Hujan sekarang agak pamberang dibanding hujan saat...
- Pemilihan Gubernur
- Gusi Mobil
- Gubernur
- Calon Gubernur
- Recovery Pascagempa
- Gelap
- Gampo
- Aera Eropa
- Diniyyah Putri
- Cinta
- Cerita Pendek
- Cerai Politik
- Caleg ATM
- Berbunga-bunga
- Bom
- Novel Asrama Bidadari
- Berita Kecil
- Di Rumah, Tidur, Sendiri
- Bambu Illegal Logging
- Bahasa Minang Indonesia
- Awan dan Langit
- Avanza
- Antre di Bank
- Antasari Azhar
- Anggi
- Lembah Anai
- Politik Rasionalitas
- 100 Hari Pascagempa
- Sinisme Politik
-
▼
Januari
(
69
)
0 komentar :
Posting Komentar