On
1/31/2011 03:42:00 AM
by
Khairul Jasmi
No comments
Oleh Khairul Jasmi
Hampir semua rakyat di Asia Tenggara suka jengkol. Jadi jengkol sudah lama menjadi makanan regional. Tak usah malu. Menurut wikipedia, jering atau jengkol (archidendron pauciflorum) memang tumbuhan khas di wilayah Asia Tenggara.
Jengkol dapat menimbulkan bau tidak sedap pada urin setelah diolah dan diproses oleh pencernaan, terutama bila dimakan segar sebagai lalap.
Kandungan asam di jengkol disebut asam jengkolat dan bisa menyebabkan penyumbatan saluran air seni. banyaknya asam ini, tergantung varietas dan umur biji jengkol. Jumlahnya antara 1 - 2 persen dari berat biji jengkol.
Tapi, jengkol bisa mencegah diabetes dan bersifat diuretik dan baik untuk kesehatan jantung. Tanaman jengkol diperkirakan juga mempunyai kemampuan menyerap air tanah yang tinggi sehingga bermanfaat dalam konservasi air di suatu tempat.
Buah jengkol yang sudah tumbuh biasanya yang dilarikan tupai, kata orang juga enak. Dimakan bersama kincuang, tumbuhan rimba yang berumbi, makin enak, pakai sambalado ijau uwok. Kalau bisa ikan teri yang direndang di kuali. Makin mantap kalau makan di pematang sawah habis bekerja atau di tepi hutan saat istirahat siang.
Betapa nikmatnya. Iri orang dibuatnya. Bandingkan dengan orang yang seleranya patah. Apa yang dimakan tak enak saja. Kebanyakan orang kaya yang pola makannya tidak teratur. Setelah usia bertambah juga, makan mulai jadi masalah serius.
Maka untuk membesar-besarkan hati, biasanya, para penceramah baik agama atau penceramah sosial selalu membandingkan lahapnya makan orang miskin dan tak berseleranya makan orang kaya. Kesimpulan ceramah, lebih baik jadi orang miskin asal makan enak, ketimbang orang kaya, tapi hampir semua dipantangkan.
Ceramah itu, makin menarik kalau dibumbui dengan jengkol, patai dan sambalado.
Tapi sesungguhnya bukan di sana nikmat hidup, melainkan dari cara mengaturnya. Banyak sekali, bahkan tak terhitung orang kaya yang makannya lahap, bahkan sangat lahap. Tapi itu tak disebut-sebut. Banyak dari mereka yang sangat suka cengkol. Suka makanan kampung, bahkan mereka memburunya. Wisata kuliner namanya kerennya.
Karena itu, jangan lagi berbesar hati, biarlah miskin asal makan enak, sebab banyak pula orang miskin yang makannya tak pernah lahap.
Siapapun dia, asal orang Indonesia, maka obat mujarab untuk makan enak, antara lain dengan jengkol. Bisa jengkol muda, satu biji sekali lutok atau gulai jariang yang nikmat itu. Terserah pilih yang mana.
Soal bau, urusan belakangan, tokh sekarang sudah ada pil atau makanan yang kalau dikosumsi bisa menghilangkan bau jengkol. Karena itu, makanlah terus jengkol, kaya atau miskin. Asal tak tiap hari. Kalau tiap hari bisa masuk koran, dua kolom beritanya.
Jengkol adalah kekayaan alam kita, tumbuh liar pada awalnya. Lantas, jengkol menjadi bisnis dan tumbuhan itu ditanam dan dipelihara dengan baik.
Berbisnis jengkol saja, orang bisa kaya. Betapa takkan kaya, sebab yang memakannya ratusan juta orang. Bayangkan, jika kita serentak pada suatu hari makan jengkol dari Sabang sampai Merauke. Semua rakyat Indonesia diinstruksikan makan jengkol saat makan siang pada hari tertentu, dimulai dari petinggi di Jakarta.
He he he he... betapa hebohnya. *
Hampir semua rakyat di Asia Tenggara suka jengkol. Jadi jengkol sudah lama menjadi makanan regional. Tak usah malu. Menurut wikipedia, jering atau jengkol (archidendron pauciflorum) memang tumbuhan khas di wilayah Asia Tenggara.
Jengkol dapat menimbulkan bau tidak sedap pada urin setelah diolah dan diproses oleh pencernaan, terutama bila dimakan segar sebagai lalap.
Kandungan asam di jengkol disebut asam jengkolat dan bisa menyebabkan penyumbatan saluran air seni. banyaknya asam ini, tergantung varietas dan umur biji jengkol. Jumlahnya antara 1 - 2 persen dari berat biji jengkol.
Tapi, jengkol bisa mencegah diabetes dan bersifat diuretik dan baik untuk kesehatan jantung. Tanaman jengkol diperkirakan juga mempunyai kemampuan menyerap air tanah yang tinggi sehingga bermanfaat dalam konservasi air di suatu tempat.
Buah jengkol yang sudah tumbuh biasanya yang dilarikan tupai, kata orang juga enak. Dimakan bersama kincuang, tumbuhan rimba yang berumbi, makin enak, pakai sambalado ijau uwok. Kalau bisa ikan teri yang direndang di kuali. Makin mantap kalau makan di pematang sawah habis bekerja atau di tepi hutan saat istirahat siang.
Betapa nikmatnya. Iri orang dibuatnya. Bandingkan dengan orang yang seleranya patah. Apa yang dimakan tak enak saja. Kebanyakan orang kaya yang pola makannya tidak teratur. Setelah usia bertambah juga, makan mulai jadi masalah serius.
Maka untuk membesar-besarkan hati, biasanya, para penceramah baik agama atau penceramah sosial selalu membandingkan lahapnya makan orang miskin dan tak berseleranya makan orang kaya. Kesimpulan ceramah, lebih baik jadi orang miskin asal makan enak, ketimbang orang kaya, tapi hampir semua dipantangkan.
Ceramah itu, makin menarik kalau dibumbui dengan jengkol, patai dan sambalado.
Tapi sesungguhnya bukan di sana nikmat hidup, melainkan dari cara mengaturnya. Banyak sekali, bahkan tak terhitung orang kaya yang makannya lahap, bahkan sangat lahap. Tapi itu tak disebut-sebut. Banyak dari mereka yang sangat suka cengkol. Suka makanan kampung, bahkan mereka memburunya. Wisata kuliner namanya kerennya.
Karena itu, jangan lagi berbesar hati, biarlah miskin asal makan enak, sebab banyak pula orang miskin yang makannya tak pernah lahap.
Siapapun dia, asal orang Indonesia, maka obat mujarab untuk makan enak, antara lain dengan jengkol. Bisa jengkol muda, satu biji sekali lutok atau gulai jariang yang nikmat itu. Terserah pilih yang mana.
Soal bau, urusan belakangan, tokh sekarang sudah ada pil atau makanan yang kalau dikosumsi bisa menghilangkan bau jengkol. Karena itu, makanlah terus jengkol, kaya atau miskin. Asal tak tiap hari. Kalau tiap hari bisa masuk koran, dua kolom beritanya.
Jengkol adalah kekayaan alam kita, tumbuh liar pada awalnya. Lantas, jengkol menjadi bisnis dan tumbuhan itu ditanam dan dipelihara dengan baik.
Berbisnis jengkol saja, orang bisa kaya. Betapa takkan kaya, sebab yang memakannya ratusan juta orang. Bayangkan, jika kita serentak pada suatu hari makan jengkol dari Sabang sampai Merauke. Semua rakyat Indonesia diinstruksikan makan jengkol saat makan siang pada hari tertentu, dimulai dari petinggi di Jakarta.
He he he he... betapa hebohnya. *
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Search
Popular Posts
-
Ini bukan untuk gagah-gagahan, tapi mencoba berkontribusi lebih banyak lagi bagi kepentingan umum. Apa itu? Forum Editor! Forum Editor a...
-
Khairul Jasmi Di Padang saat ini banyak benar jalan berlobang. Jika tak berlobang, aspalnya terkelupas. Kondisi jalan yang buruk menyebabk...
-
Saya naik pesawat Susi Air dari Simpang Empat ke BIM, begitu mendarat saya sudah ketinggalan siaran langsung pengumuman kabinet oleh Preside...
-
Di pinggang malam, karum jam naik, kami turun ke ruang pracetak. Di dada malam, mesin bergemuruh mencetak huruf demi huruf. Di rumahnya, re...
-
Besi tua, jejak sejarah, eksotik, unik, pabrik indah : indarung 1 Fotografer by : Yosfiandri
-
Ini lagu Minang, “Dikijoknyo Den,” lalu oleh Upiak Isil didendangkan dalam bahasa Indonesia, maka jadilah lagu itu, “Dikedipnya Aku.” Lagu ...
-
Di sebuah rumah minimalis, tinggal sebuah keluarga kecil. Papa, mama dan tiga anak. Anak-anaknya diajari berbahasa Indonesia sejak kecil. Di...
-
Forum pemred indonesia bersama menkeu Sri Mulyani. Saya menyampaikan Tax pasar semen yang mesti digejot, pestisida yang mahal karena impor, ...
-
Ini malam bainai, dipahat sambil main pedang. dari Batam terus ke Dumai, melihat Semen Padang.
Recent Posts
Categories
- Berita ( 2 )
- Jalan-jalan ( 5 )
- Komentar ( 33 )
- Opini ( 20 )
- Tulisan ( 21 )
- Wasit Garis ( 112 )
Sample Text
Blog Archive
-
▼
2011
(
95
)
-
▼
Januari
(
69
)
- Payakumbuh
- Tamara Geraldine
- Telepon Genggam
- SMA 1 Padang
- Jakarta
- Permen
- Masakan Padang
- Merdeka
- Bahasa Minang Indonesia II
- Meja Makan
- Maling
- Makan Siang
- Kelulusan dan Pelepasan
- Negeri Lucu, Negeri Selingkuh
- Melirik
- Entah Luna Maya
- Mari Berdendang
- Kursi Nomor 1
- Takbir
- Kunci Rumah
- Korek Api
- Secangkir Kopi
- Koin Cinta
- King
- Bunker Kiamat
- Bisnis Restoran
- Pendidikan Karakter
- Was-was
- Jujai
- Jengkol
- Jam Gadang
- Jalan Berlobang
- Jakarta
- Hati yang Gembira
- Sit Ball
- Ikan Padang
- Ide
- Masakan Ibu
- Ulangtahun
- Hujan sekarang agak pamberang dibanding hujan saat...
- Pemilihan Gubernur
- Gusi Mobil
- Gubernur
- Calon Gubernur
- Recovery Pascagempa
- Gelap
- Gampo
- Aera Eropa
- Diniyyah Putri
- Cinta
- Cerita Pendek
- Cerai Politik
- Caleg ATM
- Berbunga-bunga
- Bom
- Novel Asrama Bidadari
- Berita Kecil
- Di Rumah, Tidur, Sendiri
- Bambu Illegal Logging
- Bahasa Minang Indonesia
- Awan dan Langit
- Avanza
- Antre di Bank
- Antasari Azhar
- Anggi
- Lembah Anai
- Politik Rasionalitas
- 100 Hari Pascagempa
- Sinisme Politik
-
▼
Januari
(
69
)
0 komentar :
Posting Komentar