"Sedia minuman dingin: Mijon, Pokariswet, Akua, Prutang dan lain-lain.”
Tulisan ini dibuat di atas karton ditempel di peti es. Peti es itu diletakan di atas motor. Motor itu dibawa keliling kampung. Lantas bertemu seseorang yang pakai HP BlackBerry dan dikodaknya. Gambar itu dibagikannya kepada teman-temannya dan akhirnya sampai ke HP saya.
Tidak perlu ejaaannya benar, yang panting pesannya sampai dan sangat dimengerti. Si pedagang keliling membawa minuman dingin, berbagai merek. Ada minuman Mizone, yang sebagian lidah anak Indonesia susah menyebut “Z”, maka jadilah mijon. Untuk nama orang juga begitu, Tarman Azzam, disebut Tarman Ajjam. Azan, jadi ajan, zaman dulu jadi jaman dulu, disingkat jadul.
Juga ada Pocari Sweat, tapi ditulis pokariswet. Tak soal, maksudnya sama. Untuk apa susah-susah. Lantas Aqua, diganti akua. Juga tak masalah. Bacaannya sama. ‘K” lebih akrab dibanding “Q”.
Juga Frutang, diganti Prutang. Bacaan juga tetap sama, pesannya sama. Dan lagi, “F” agak asing dibanding “P”. Waktu saya masih di SD tertulis “telefon” kini sudah telepon saja. Telah terjadi perubahan-perubahan. Nafas, tak tahunya sudah berganti napas saja.
Banyak yang sudah diganti orang, illegal logging berganti ilegal loging, bukannya pembalakan. Event, diganti iven. Image sudah imej saja.
Di Kamus Besar Bahasa Indonesia juga begitu. Rakyat dari Sabang sampai Merauke menyebut cabe, kamus hebat itu bersitegang saja sendiri menulisnya dengan cabai. Rakyat lebih suka menyebut praktek, tapi menurut kaedah harus praktik. Di lidah kemaren, di kamus kemarin. Apa boleh buat. Berselisih saja sebutan dan tulisan.
Jadi apa salahnya kalau penjual minuman keliling menuliskan sesuai dengan apa yang dibaca orang? Bukankah bahasa untuk berkomunikasi. Ada yang dituturkan, ada yang ditulis.
Tapi pada sisi lain, ini memperlihatkan betapa rendahnya pemahaman anak negeri pada bahasanya sendiri. Tapi untuk apa pula bahasa tinggi-tinggi, kalau dengan bahasa rendah saja, yang dimaksud bisa sampai.
Begitulah hidup ini, apa adanya. Yang penting uang dapat dan halal. Bahasa tinggi, tapi korupsi, apalah gunanya. Para koruptor cenderung menjadi memakai Bahasa Indonesia dalam kesehariannya. Atau sering berbahasa Indonesia. Bisa menulis surat, bisa atau mengerti Bahasa Inggris. Dan, harum.
Soal harum, tersebab parpum atau parfum nan wangi. Tersebab sabun yang dipakai, tersebab banyak hal. Selain harum, juga necis. Necis bisa karena kain yang bagus, gunting baju yang bakacak dan selera akan pakaian.
Selain harum dan necis juga sibuk. Sibuk bukan buatan. Telepon genggam banyak. Urusan banyak pula. Penting-penting semua. Saking pentingnya, dipanggil jaksa tak bisa datang. Dipanggil terus, maka larilah dia ke Singapura.
Yang haus, yang haus, tersedia mijon, pokariswet, akua dan prutang. (*)
Tulisan ini dibuat di atas karton ditempel di peti es. Peti es itu diletakan di atas motor. Motor itu dibawa keliling kampung. Lantas bertemu seseorang yang pakai HP BlackBerry dan dikodaknya. Gambar itu dibagikannya kepada teman-temannya dan akhirnya sampai ke HP saya.
Tidak perlu ejaaannya benar, yang panting pesannya sampai dan sangat dimengerti. Si pedagang keliling membawa minuman dingin, berbagai merek. Ada minuman Mizone, yang sebagian lidah anak Indonesia susah menyebut “Z”, maka jadilah mijon. Untuk nama orang juga begitu, Tarman Azzam, disebut Tarman Ajjam. Azan, jadi ajan, zaman dulu jadi jaman dulu, disingkat jadul.
Juga ada Pocari Sweat, tapi ditulis pokariswet. Tak soal, maksudnya sama. Untuk apa susah-susah. Lantas Aqua, diganti akua. Juga tak masalah. Bacaannya sama. ‘K” lebih akrab dibanding “Q”.
Juga Frutang, diganti Prutang. Bacaan juga tetap sama, pesannya sama. Dan lagi, “F” agak asing dibanding “P”. Waktu saya masih di SD tertulis “telefon” kini sudah telepon saja. Telah terjadi perubahan-perubahan. Nafas, tak tahunya sudah berganti napas saja.
Banyak yang sudah diganti orang, illegal logging berganti ilegal loging, bukannya pembalakan. Event, diganti iven. Image sudah imej saja.
Di Kamus Besar Bahasa Indonesia juga begitu. Rakyat dari Sabang sampai Merauke menyebut cabe, kamus hebat itu bersitegang saja sendiri menulisnya dengan cabai. Rakyat lebih suka menyebut praktek, tapi menurut kaedah harus praktik. Di lidah kemaren, di kamus kemarin. Apa boleh buat. Berselisih saja sebutan dan tulisan.
Jadi apa salahnya kalau penjual minuman keliling menuliskan sesuai dengan apa yang dibaca orang? Bukankah bahasa untuk berkomunikasi. Ada yang dituturkan, ada yang ditulis.
Tapi pada sisi lain, ini memperlihatkan betapa rendahnya pemahaman anak negeri pada bahasanya sendiri. Tapi untuk apa pula bahasa tinggi-tinggi, kalau dengan bahasa rendah saja, yang dimaksud bisa sampai.
Begitulah hidup ini, apa adanya. Yang penting uang dapat dan halal. Bahasa tinggi, tapi korupsi, apalah gunanya. Para koruptor cenderung menjadi memakai Bahasa Indonesia dalam kesehariannya. Atau sering berbahasa Indonesia. Bisa menulis surat, bisa atau mengerti Bahasa Inggris. Dan, harum.
Soal harum, tersebab parpum atau parfum nan wangi. Tersebab sabun yang dipakai, tersebab banyak hal. Selain harum, juga necis. Necis bisa karena kain yang bagus, gunting baju yang bakacak dan selera akan pakaian.
Selain harum dan necis juga sibuk. Sibuk bukan buatan. Telepon genggam banyak. Urusan banyak pula. Penting-penting semua. Saking pentingnya, dipanggil jaksa tak bisa datang. Dipanggil terus, maka larilah dia ke Singapura.
Yang haus, yang haus, tersedia mijon, pokariswet, akua dan prutang. (*)
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Search
Popular Posts
-
Di pinggang malam, karum jam naik, kami turun ke ruang pracetak. Di dada malam, mesin bergemuruh mencetak huruf demi huruf. Di rumahnya, re...
-
Ini bukan untuk gagah-gagahan, tapi mencoba berkontribusi lebih banyak lagi bagi kepentingan umum. Apa itu? Forum Editor! Forum Editor a...
-
HAWAII – Saya di Honolulu, Hawaii sekarang. Sejak berangkat Senin (6/4) sudah dilewati siang dan malam, sesampai di sini malah masih Senin...
-
Ini lagu Minang, “Dikijoknyo Den,” lalu oleh Upiak Isil didendangkan dalam bahasa Indonesia, maka jadilah lagu itu, “Dikedipnya Aku.” Lagu ...
-
Besi tua, jejak sejarah, eksotik, unik, pabrik indah : indarung 1 Fotografer by : Yosfiandri
-
Malam sebentar lagi larut, tapi Payakumbuh semakin ramai. Sepanjang jalan nan lurus pedagang kaki lima berderet rapi. Cahaya lampu dari gero...
-
Khairul Jasmi ”Georgia,” anak saya, Jombang Santani Khairen menjawab dengan tangkas, tatkala pembawa acara di RCTI Tamara Geraldine mengaj...
-
Prof Jan Romain pada tahun 1953 menulis sebuah buku — sebenarnya materi perkuliahannya di Universitas Gadjah Mada — berjudul “Aera Eropa.” ...
-
Sarawa hawaii adalah celana pendek selutut atau di atasnya lagi, pakai kajai di pinggangnya. Ciri khasnya warna-warni. Tak saya temukan k...
-
Saya menyaksikan beberapa hal tentang ‘malu-malu’ dalam rentang waktu yang terpaut jauh. Pertama, doeloe, wanita malu-malu memakai jilbab, k...
Recent Posts
Categories
- Berita ( 2 )
- Jalan-jalan ( 5 )
- Komentar ( 33 )
- Opini ( 20 )
- Tulisan ( 21 )
- Wasit Garis ( 112 )
0 komentar :
Posting Komentar