Diumumkan kepada khalayak ramai, banyak anak miskin dari Sumbar yang lulus SNMPTN di UNP, Unand, UI dan ITB. Sejumlah pihak tanpa nama, punya nama dan badan sosial serta amil zakat telah membantunya. Ketika anak-anak miskin itu menangis mencari uang, daerah ini punya dana Rp47 miliar ditarok di Bank Nagari. Uang itu hadiah dari PT Rajawali pada 2007.
Perusahaan ini “membayar uang takut” pada Gubernur Gamawan Fauzi, saat terjadi jual beli saham dari Cemex ke Rajawali. Dana sebanyak itu dialokasikan untuk beasiswa.
Kini sudah 2011, dana empuk itu belum bisa diapa-apakan. Maklum orang hebat bertengkar, maka tengkarnya menjadi-jadi. Adu santiang. Yayasan yang dibentuk untuk itu, diurus pula orang-orang sibuk.
Mau benar mereka bekerja, takut, karena pemerintah dan DPRD Sumbar masih bertengkar, kenapa begini, kenapa tidak begitu. Kalau begini apa nanti tepat sasaran dan kalau begitu, siapa yang menjamin ini dan menjamin itu.
Beduk pun berbunyi, musim SMPTN telah tiba, malah sudah diumumkan siapa yang lulus dan tak lulus. Terdengarlah pernyataan dari DPRD Sumbar, “yayasan tak ada masalah, silahkan jalan.” Olala.
“Pengumuman: Diumumkan kepada khalayak ramai, piti paralu kini, diumumkan kini, ngecek-ngecek saja, hasilnya nol besar”
Maka niat baik, jika dikerjakan tidak serius, atau adu santiang, beginilah jadinya. Uang beranak terus, anak miskin tercampak terus, rencana tak jalan-jalan.
Dari 2007 sampai 2011. Padahal, jika dipakai uang Rp47 miliar lebih itu untuk beasiswa anak miskin, maka alangkah banyaknya bisa dibantu.
Kita tidak peka atas penderitaan orang lain. Sulit tersentuh oleh nasib orang-orang kecil, kancang maurus diri sendiri. Suka berpura-pura, sok dekat dengan rakyat.
“Pengumuman: di Pemprov Sumbar juga ada beasiswa anak miskin, tapi kemana perginya? Hallo-hallo, kaum ibu, kaum bapak, kita gotong royong besok seusai Shalat Subuh. Bawa linggis, cangkul dan ladiang”.
Beasiswa di pemerintah, ribet urusannya. Setahu saya, hanya Tanah Datar yang mengumumkan di koran, pemberian beasiswa anak miskin. Mungkin juga Padang Panjang dan Agam tapi saya lupa. Pemprov Sumbar? Entahlah.
Kalau anak miskin yang bersekolah diurus, bisa. Mengurusnya gampang saja. Minta data anak kelas 6 SD, kelas 3 SMP dan 3 SMA saat ini. Gubernur memerintahkan kepada Diknas, harus siap sebulan.
Bupati dan walikota memerintahkan ke Diknas-nya pula harus siap sebulan. Semua data lengkap, nama, umur, jenis kelamin, ayah ibu, pekerjaan, alamat, no hp.
Dalam sebulan data sudah ada, lengkap dengan foto. Data itu, dibaca dengan baik ditelaah dan dicatat. Ketika anak-anak itu ikut UN, lalu menyambung ke sekolah yang lebih tinggi, maka tinggal panggil.
Tentu dananya harus tersedia. Kalau dana untuk seminar, pelatihan, studi banding, turun ke lapangan, dikurangi, atau pengadaan benda-benda tak perlu dihapus, reses disetop sekali saja. Maka anak miskin bernasib buruk itu, akan terbantu.
Tapi ini tidak. Kancang ka awak, lupa mengurus orang miskin. Bukankah mengurus orang miskin kewajiban negara?
“Pengumuman, pengumuman, barangsiapa yang merasa kehilangan senter Eveready tiga batu, harap ambil pada garin.” (*)
Perusahaan ini “membayar uang takut” pada Gubernur Gamawan Fauzi, saat terjadi jual beli saham dari Cemex ke Rajawali. Dana sebanyak itu dialokasikan untuk beasiswa.
Kini sudah 2011, dana empuk itu belum bisa diapa-apakan. Maklum orang hebat bertengkar, maka tengkarnya menjadi-jadi. Adu santiang. Yayasan yang dibentuk untuk itu, diurus pula orang-orang sibuk.
Mau benar mereka bekerja, takut, karena pemerintah dan DPRD Sumbar masih bertengkar, kenapa begini, kenapa tidak begitu. Kalau begini apa nanti tepat sasaran dan kalau begitu, siapa yang menjamin ini dan menjamin itu.
Beduk pun berbunyi, musim SMPTN telah tiba, malah sudah diumumkan siapa yang lulus dan tak lulus. Terdengarlah pernyataan dari DPRD Sumbar, “yayasan tak ada masalah, silahkan jalan.” Olala.
“Pengumuman: Diumumkan kepada khalayak ramai, piti paralu kini, diumumkan kini, ngecek-ngecek saja, hasilnya nol besar”
Maka niat baik, jika dikerjakan tidak serius, atau adu santiang, beginilah jadinya. Uang beranak terus, anak miskin tercampak terus, rencana tak jalan-jalan.
Dari 2007 sampai 2011. Padahal, jika dipakai uang Rp47 miliar lebih itu untuk beasiswa anak miskin, maka alangkah banyaknya bisa dibantu.
Kita tidak peka atas penderitaan orang lain. Sulit tersentuh oleh nasib orang-orang kecil, kancang maurus diri sendiri. Suka berpura-pura, sok dekat dengan rakyat.
“Pengumuman: di Pemprov Sumbar juga ada beasiswa anak miskin, tapi kemana perginya? Hallo-hallo, kaum ibu, kaum bapak, kita gotong royong besok seusai Shalat Subuh. Bawa linggis, cangkul dan ladiang”.
Beasiswa di pemerintah, ribet urusannya. Setahu saya, hanya Tanah Datar yang mengumumkan di koran, pemberian beasiswa anak miskin. Mungkin juga Padang Panjang dan Agam tapi saya lupa. Pemprov Sumbar? Entahlah.
Kalau anak miskin yang bersekolah diurus, bisa. Mengurusnya gampang saja. Minta data anak kelas 6 SD, kelas 3 SMP dan 3 SMA saat ini. Gubernur memerintahkan kepada Diknas, harus siap sebulan.
Bupati dan walikota memerintahkan ke Diknas-nya pula harus siap sebulan. Semua data lengkap, nama, umur, jenis kelamin, ayah ibu, pekerjaan, alamat, no hp.
Dalam sebulan data sudah ada, lengkap dengan foto. Data itu, dibaca dengan baik ditelaah dan dicatat. Ketika anak-anak itu ikut UN, lalu menyambung ke sekolah yang lebih tinggi, maka tinggal panggil.
Tentu dananya harus tersedia. Kalau dana untuk seminar, pelatihan, studi banding, turun ke lapangan, dikurangi, atau pengadaan benda-benda tak perlu dihapus, reses disetop sekali saja. Maka anak miskin bernasib buruk itu, akan terbantu.
Tapi ini tidak. Kancang ka awak, lupa mengurus orang miskin. Bukankah mengurus orang miskin kewajiban negara?
“Pengumuman, pengumuman, barangsiapa yang merasa kehilangan senter Eveready tiga batu, harap ambil pada garin.” (*)
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Search
Popular Posts
-
Ini bukan untuk gagah-gagahan, tapi mencoba berkontribusi lebih banyak lagi bagi kepentingan umum. Apa itu? Forum Editor! Forum Editor a...
-
Khairul Jasmi Di Padang saat ini banyak benar jalan berlobang. Jika tak berlobang, aspalnya terkelupas. Kondisi jalan yang buruk menyebabk...
-
Saya naik pesawat Susi Air dari Simpang Empat ke BIM, begitu mendarat saya sudah ketinggalan siaran langsung pengumuman kabinet oleh Preside...
-
Di pinggang malam, karum jam naik, kami turun ke ruang pracetak. Di dada malam, mesin bergemuruh mencetak huruf demi huruf. Di rumahnya, re...
-
Besi tua, jejak sejarah, eksotik, unik, pabrik indah : indarung 1 Fotografer by : Yosfiandri
-
Ini lagu Minang, “Dikijoknyo Den,” lalu oleh Upiak Isil didendangkan dalam bahasa Indonesia, maka jadilah lagu itu, “Dikedipnya Aku.” Lagu ...
-
Di sebuah rumah minimalis, tinggal sebuah keluarga kecil. Papa, mama dan tiga anak. Anak-anaknya diajari berbahasa Indonesia sejak kecil. Di...
-
Forum pemred indonesia bersama menkeu Sri Mulyani. Saya menyampaikan Tax pasar semen yang mesti digejot, pestisida yang mahal karena impor, ...
-
Ini malam bainai, dipahat sambil main pedang. dari Batam terus ke Dumai, melihat Semen Padang.
Recent Posts
Categories
- Berita ( 2 )
- Jalan-jalan ( 5 )
- Komentar ( 33 )
- Opini ( 20 )
- Tulisan ( 21 )
- Wasit Garis ( 112 )
0 komentar :
Posting Komentar