Khairul Jasmi
“Pak sandalnya belang,” karyawan Singgalang menegur sekaligus mengingatkan saya. Sandal jepit saya memang belang. Yang kanan warnanya hitam dan ada lingkaran putih di atasnya, talinya kuning. Kiri, putih, ada lingkran hitam. Talinya silver.
“Baa kok tarompa iko angku bali, balang ha,” kata saya sebulan lalu pada staf yang membelikannya.
“Itu modelnya sekarang,” kata dia enteng.
Model rupanya. Maka bersandal belanglah saya tiap hari di kantor. Seumur-umur, inilah baru saya menggunakan alas kaki yang semacam itu.
Banyak yang mengira saya salah pasang sandal. Saya tersenyum saja.
Sambil memakainya, terpikir juga, ada-ada saja ide kreatif orang untuk melariskan dagangannya. Sandal jepit saya itu, modelnya memang bagus. Ide kreatif telah menabrak hal tabu, tak sama kiri dan kanan. Seperti sandal curian saja. Tapi itu pula sekarang yang tren. Karena itu, saya yakin, banyak yang memakainya.
Yang saya takut, besok-besok, sandal dijual sebelah saja. Yang sebelah pakai sandal sendiri yang sudah lama. Kalau itu terjadi, benar-benar gila. Atau dijual sepasang, tapi dua-duanya kanan, atau dua-duanya kiri. Mana tahu, ide gila itu, menarik pula oleh kita yang juga sudah rada-rada gila.
Atau sepatu dibuat belang pula. Kalau celana sudah ada yang belang. Kaki kanan merah, kiri hitam. Atau warna lain. Baju juga sudah ada. Produk-produk semacam itu, ada saja yang membelinya. Pasar memang sulit ditebak.
Kembali ke sandal belang. Sebelumnya saya memakai sandal jepit yang sudah berjejak oleh kaki saya. Ada jejak telapak kaki tercetak di atasnya, akibat terlalu lama dipakai. Tak enak dipandang, kemudian diganti dengan sandal jepit empuk. Berbunyi-bunyi, padahal tak kena air. Aneh. Selain itu, jika lama dipakai, kaki saya berbau, seperti bau kaos kaki empat hari tak diganti.
Maka saya tukar dengan si belang. Yang baru ini bikin masalah lagi. Maka hilir mudiklah saya di kantor dengan tarompa aneh tersebut.
“Pak tarompanyo balang,” tiap sebentar saya diingatkan. Belum tau dia rupanya.
Saya mengagumi ide kreatif sandal jepit belang itu. Pada banyak peristiwa pemasaran, ide kreatif justru mendatangkan untung.
Produk yang unik dan lucu, bisa menggoda konsumen. Untuk sandal jepit, pembeli bukanlah konsumen yang loyal. Asal sandal dan tetap pada fungsi dasarnya, serta harga terjangkau, beli.
Ide kreatif untuk produk apa saja, adalah celah untuk membesarkan perusahaan. Hal-hal yang biasa saja sudah banyak dijual orang. Hadirkan yang tidak biasa, namun tetap masuk akal. Di situlah, pasar akan menggeliat.
Begitulah sandal jepit, Menurut literatur sandal adalah alas kaki yang mungkin sudah dikenal manusia sejak zaman Mesir Kuno. Di zaman kuno, orang India, Assyria, Romawi, Yunani, dan Jepang juga mengenakan sandal.
Karena itu literatur perlu diperkaya lagi. (*)
“Pak sandalnya belang,” karyawan Singgalang menegur sekaligus mengingatkan saya. Sandal jepit saya memang belang. Yang kanan warnanya hitam dan ada lingkaran putih di atasnya, talinya kuning. Kiri, putih, ada lingkran hitam. Talinya silver.
“Baa kok tarompa iko angku bali, balang ha,” kata saya sebulan lalu pada staf yang membelikannya.
“Itu modelnya sekarang,” kata dia enteng.
Model rupanya. Maka bersandal belanglah saya tiap hari di kantor. Seumur-umur, inilah baru saya menggunakan alas kaki yang semacam itu.
Banyak yang mengira saya salah pasang sandal. Saya tersenyum saja.
Sambil memakainya, terpikir juga, ada-ada saja ide kreatif orang untuk melariskan dagangannya. Sandal jepit saya itu, modelnya memang bagus. Ide kreatif telah menabrak hal tabu, tak sama kiri dan kanan. Seperti sandal curian saja. Tapi itu pula sekarang yang tren. Karena itu, saya yakin, banyak yang memakainya.
Yang saya takut, besok-besok, sandal dijual sebelah saja. Yang sebelah pakai sandal sendiri yang sudah lama. Kalau itu terjadi, benar-benar gila. Atau dijual sepasang, tapi dua-duanya kanan, atau dua-duanya kiri. Mana tahu, ide gila itu, menarik pula oleh kita yang juga sudah rada-rada gila.
Atau sepatu dibuat belang pula. Kalau celana sudah ada yang belang. Kaki kanan merah, kiri hitam. Atau warna lain. Baju juga sudah ada. Produk-produk semacam itu, ada saja yang membelinya. Pasar memang sulit ditebak.
Kembali ke sandal belang. Sebelumnya saya memakai sandal jepit yang sudah berjejak oleh kaki saya. Ada jejak telapak kaki tercetak di atasnya, akibat terlalu lama dipakai. Tak enak dipandang, kemudian diganti dengan sandal jepit empuk. Berbunyi-bunyi, padahal tak kena air. Aneh. Selain itu, jika lama dipakai, kaki saya berbau, seperti bau kaos kaki empat hari tak diganti.
Maka saya tukar dengan si belang. Yang baru ini bikin masalah lagi. Maka hilir mudiklah saya di kantor dengan tarompa aneh tersebut.
“Pak tarompanyo balang,” tiap sebentar saya diingatkan. Belum tau dia rupanya.
Saya mengagumi ide kreatif sandal jepit belang itu. Pada banyak peristiwa pemasaran, ide kreatif justru mendatangkan untung.
Produk yang unik dan lucu, bisa menggoda konsumen. Untuk sandal jepit, pembeli bukanlah konsumen yang loyal. Asal sandal dan tetap pada fungsi dasarnya, serta harga terjangkau, beli.
Ide kreatif untuk produk apa saja, adalah celah untuk membesarkan perusahaan. Hal-hal yang biasa saja sudah banyak dijual orang. Hadirkan yang tidak biasa, namun tetap masuk akal. Di situlah, pasar akan menggeliat.
Begitulah sandal jepit, Menurut literatur sandal adalah alas kaki yang mungkin sudah dikenal manusia sejak zaman Mesir Kuno. Di zaman kuno, orang India, Assyria, Romawi, Yunani, dan Jepang juga mengenakan sandal.
Karena itu literatur perlu diperkaya lagi. (*)
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Search
Popular Posts
-
Di pinggang malam, karum jam naik, kami turun ke ruang pracetak. Di dada malam, mesin bergemuruh mencetak huruf demi huruf. Di rumahnya, re...
-
HAWAII – Saya di Honolulu, Hawaii sekarang. Sejak berangkat Senin (6/4) sudah dilewati siang dan malam, sesampai di sini malah masih Senin...
-
Ini bukan untuk gagah-gagahan, tapi mencoba berkontribusi lebih banyak lagi bagi kepentingan umum. Apa itu? Forum Editor! Forum Editor a...
-
Prof Jan Romain pada tahun 1953 menulis sebuah buku — sebenarnya materi perkuliahannya di Universitas Gadjah Mada — berjudul “Aera Eropa.” ...
-
Ini lagu Minang, “Dikijoknyo Den,” lalu oleh Upiak Isil didendangkan dalam bahasa Indonesia, maka jadilah lagu itu, “Dikedipnya Aku.” Lagu ...
-
Khairul Jasmi ”Georgia,” anak saya, Jombang Santani Khairen menjawab dengan tangkas, tatkala pembawa acara di RCTI Tamara Geraldine mengaj...
-
Sarawa hawaii adalah celana pendek selutut atau di atasnya lagi, pakai kajai di pinggangnya. Ciri khasnya warna-warni. Tak saya temukan k...
-
Malam sebentar lagi larut, tapi Payakumbuh semakin ramai. Sepanjang jalan nan lurus pedagang kaki lima berderet rapi. Cahaya lampu dari gero...
-
Khairul Jasmi Sekolah sejak dari TK -- sebenarnya TK bukan sekolah dan saya tak pernah masuk TK -- sampai perguruan tinggi, adalah perjalana...

Categories
- Berita ( 2 )
- Jalan-jalan ( 5 )
- Komentar ( 33 )
- Opini ( 20 )
- Tulisan ( 21 )
- Wasit Garis ( 112 )

0 komentar :
Posting Komentar